SEJARAH KARIKATUR
Asal-usul karikatur
Walaupun gambar satire—seperti gambar hewan yang bertingkah laku seperti manusia—sudah ditemukan setidaknya sejak zaman
Mesir Kuno,
[7] popularitas seni karikatur berasal dari
Italia abad Renaisans.
[3] Pada mulanya, karikatur dibuat sebagai lelucon iseng oleh para seniman di studio, seperti
Leonardo da Vinci dan Carracci bersaudara—
Agostino dan
Annibale serta
Lodovico sepupu mereka,
[8] untuk menghibur dirinya sendiri atau kawan-kawannya dengan menggambar
patron
ataupun subjek lukisannya secara berlebihan. Carracci bersaudara
diyakini sebagai seniman-seniman pertama yang terkenal akan karikatur
mereka,
[3] dan Annibale diyakini sebagai orang pertama yang menggunakan istilah
ritrattini carichi (potret yang dilebih-lebihkan).
[9] Selanjutnya,
Pier Leone Ghezzi
menekuni seni ini dan membangun kariernya dengan lebih dari 2.000 karya
karikatur orang kebanyakan maupun tokoh terkenal. Karikatur-karikatur
tersebut tidak dipublikasikan ataupun disebarluaskan, namun menjadi
hiburan di kalangan elite. Setelah menyebar di Italia pada abad ke-16,
karikatur sebagai langgam visual baru menyebar ke
pers popular
Eropa lebih dari seabad kemudian.
[3]
Abad ke-18 dan awal abad ke-19
Karikatur sebagai bentuk seni lukis baru berkembang di
Inggris
setelah penerbitan sejumlah karya Ghezzi dan seniman Italia lainnya
pada tahun 1744. Contoh karikaturis Inggris yang popular pada abad ke-18
adalah
James Gillray,
Thomas Rowlandson, dan
George Cruikshank yang menggabungkan unsur karikatur dengan
kartun
menjadi kartun satire. Namun demikian, pada tahun 1830-an karya-karya
mereka sudah kurang popular di Inggris dan kemudian diekspor ke
Prancis dalam mingguan
La Caricature dan kemudian harian
Le Charivari yang sangat sukses, keduanya dipimpin oleh
Charles Philipon.
[9]
Dua terbitan Charles Philipon tersebut membuat Prancis menjadi pusat
baru perkarikaturan. Sejumlah karikaturis terbaik pada zaman itu
dipekerjakan oleh Philipon;
Paul Gavarni,
J.J. Grandville, dan terutama
Honoré Daumier, yang dianggap sebagai salah satu seniman paling terampil dalam sejarah karikatur.
[9] Baik Philipon maupun Daumier pernah di
tahan akibat karikatur mereka di kedua terbitan tersebut yang meng-kritik pemerintahan raja Prancis saat itu,
Louis-Philippe. Pada salah satu sidang pengadilannya, Philipon menggambar potret Raja Louis-Philippe yang bermetamorfosis menjadi buah
pir
dan menyatakan pembelaan bahwa ada banyak hal yang mirip satu sama lain
di alam sehingga tidak boleh ada pembatasan atas kreativitas seniman.
[10] Daumier sendiri pertama kali diadili karena
Gargantua, kartun karyanya yang meng-karikaturkan Louis-Philippe sebagai raksasa yang memakan uang rakyat.
[11]
Karikaturisme kemudian menyebar ke media lain, yaitu
patung, dimulai dari patung-patung karikatur karya
Jean-Pierre Dantan.
[2][12]
Gaya patung Dantan ini sangat mempengaruhi para seniman karikatur,
sehingga mereka pun menciptakan patung-patung kepala penyanyi, penulis,
pemusik dunia terkenal dan banyak aktor terkenal dari
Comédie-Française.
Bentuknya mungil dan menjadi sangat diminati, dipakai sebagai hiasan
ujung tongkat, pegangan kayu, topeng, dan alat permainan lainnya.
[2]
Akhir abad ke-19
Pada tahun 1868 di
London,
Thomas Gibson Bowles mulai menerbitkan
Vanity Fair,
majalah
'politik, sosial, dan kesusastraan' yang kemudian terkenal karena
memuat karikatur berwarna yang menggambarkan politisi, tokoh sastra,
raja atau ratu dari luar negeri, ilmuwan, olahragawan, dan tokoh-tokoh
terkenal lain.
[13][14] Sebagian besar karikatur tersebut digambar oleh
Carlo Pellegrini—kartunis Italia yang menggunakan nama samaran "Singe" (
bahasa Prancis untuk monyet) dan "Ape" (
bahasa Inggris untuk kera) untuk mencerminkan pekerjaannya, yaitu menirukan subjeknya dengan tidak sempurna (
to ape, dalam bahasa Inggris)
[15]—dan
Leslie Ward ("Spy"), walaupun banyak seniman lain juga berkarya untuk majalah tersebut. Setiap karikatur tersebut diberi komentar yang
mengolok-olok
oleh Bowles dan editor-editor selanjutnya yang menggunakan nama samaran
"Jehu Junior". Majalah ini disebut sebagai yang paling banyak dibaca
oleh para pejabat dan orang kaya Inggris dibandingkan dengan mingguan
lainnya.
[14]
Karikatur
Vanity Fair tersebut memengaruhi
Joseph Keppler, imigran
Austria yang menerbitkan majalah
Puck di
New York,
Amerika Serikat. Mulai terbit dalam
bahasa Jerman
pada tahun 1876 dan kemudian bahasa Inggris setengah tahun kemudian,
majalah ini juga memuat karikatur tokoh-tokoh terkenal yang disebut
puckograph.
[16][17] Kesuksesan
Puck
mengilhami penerbit lain untuk menirunya, dan segera saja surat
kabar-surat kabar dan terbitan tetap lainnya mulai secara rutin memuat
karikatur.
[18]
Sementara itu, kartun editorial
Thomas Nast yang sering berisi karikatur
William M. Tweed, seorang politikus
New York yang korup, dimuat di majalah
Harper's Weekly
dan turut berperan menggulingkan kekuasaan politikus tersebut. Setelah
Tweed melarikan diri dari Amerika Serikat karena tuduhan kriminalitas,
seorang polisi di
Vigo,
Spanyol, berhasil mengenalinya berkat kartun-kartun Nast tersebut.
[19]
Awal abad ke-20
Pada awal dekade ke-2 abad ke-20,
Marius de Zayas, seorang karikaturis
Meksiko
yang hijrah ke New York, mengembangkan gaya seni lukis yang ia sebut
karikatur abstrak. Selama berkarya di Meksiko maupun pada tahun-tahun
pertamanya di New York, de Zayas menggunakan gaya yang realistik dan
representasional.
[20] Namun demikian, sewaktu mengunjungi
Paris selama hampir setahun penuh dan setelah bertemu
Picasso dengan gaya
kubismenya, de Zayas mengungkapkan ketidakpuasannya atas metode karikatur tradisional.
[21]
Sekembalinya ke Amerika Serikat pada tahun 1911, de Zayas mulai
mengeksplorasi gaya barunya yang memadukan bentuk-bentuk geometris datar
simetris dan
persamaan-persamaan matematika. Dengan gaya karikaturnya itu, de Zayas disebut "menjembatani kesenjangan antara karikatur
pesohor populer dalam media komersial dengan keprihatinan dunia seni
avant-garde untuk menemukan cara inovatif menggambarkan manusia tanpa kemiripan tersurat".
[22]
Seusai
Perang Dunia I, popularitas karikatur berkembang secara dramatis di Amerika Serikat seiring dengan perkembangan
film,
fotografi, dan
majalah yang membuat wajah para pesohor dari bintang film sampai atlet dan politisi dengan mudah dikenali oleh umum.
[23] Karikatur
teatris menjadi genre tersendiri dalam seni populer masa tersebut, dimulai oleh
Al Frueh yang menerbitkan
Stage Folk, kumpulan karikaturnya yang bergaya
Art Deco, pada tahun 1922.
[24][25] Pada tahun yang sama,
Ralph Barton juga terkenal sebagai karikaturis teatris setelah menghiasi tirai teater pada salah satu pertunjukan di
Broadway dengan 139 karikatur bintang teater, kritikus drama, dan orang-orang ternama dari masyarakat kelas atas New York.
[23] Miguel Covarrubias,
yang berasal dari Meksiko, menyusul dengan karyanya di berbagai surat
kabar dan majalah serta buku kumpulan karikatur pertamanya yang terbit
pada tahun 1925,
The Prince of Wales and Other Famous Americans.
Alex Gard yang berimigrasi dari
Rusia
juga mengkhususkan diri menggambar tokoh-tokoh teater, terutama lebih
dari 700 karyanya yang terpampang di dinding restoran "Sardi's" di New
York yang digambar dengan imbalan makan gratis di restoran tersebut
sejak tahun 1927 hingga kematiannya tahun 1948.
[26] Namun demikian,
Al Hirschfeld adalah seniman yang dianggap sebagai tetua semua karikaturis teatris.
[18]
Karikatur teatris Hirschfeld mulai dimuat di sejumlah surat kabar di New York setelah karikatur aktor Prancis
Sacha Guitry
karyanya, yang semula ia gambar pada salah satu pertunjukan teater
Guitry dan membuat seorang wartawan terkesan hingga menyarankan
Hirschfeld untuk menjualnya, dimuat di halaman depan surat kabar
New York Herald Tribune pada tahun 1926.
[23][27] Akan tetapi, gaya khas karikatur kaligrafis linear Hirschfeld baru berkembang setelah ia mengunjungi
Bali pada tahun 1932 atas undangan
Covarrubias.
[28][29] Ia mengaku terkesan dengan
wayang kulit Jawa dan dipengaruhi oleh gaya seniman
ukiyo-e Jepang seperti
Harunobu,
Utamaro, dan
Hokusai,
[30] maupun oleh Covarrubias.
[18] Sepanjang kariernya, ia membuat karikatur hampir semua tokoh penting teater Amerika Serikat,
[27]
dan orang yang sudah dibuat karikaturnya oleh Hirschfeld menjadi
dianggap tokoh sukses. Karyanya tampil pada hampir semua terbitan
ternama selama sembilan dekade, termasuk hampir tujuh puluh lima tahun
pada harian
The New York Times, serta banyak poster, buku, dan sampul rekaman, hingga kematiannya pada tahun 2003.
[31]
Akhir abad ke-20
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, karikatur politik mengalami
"kelahiran kembali" dalam masa yang oleh Steven Heller, direktur seni
senior
The New York Times, disebut sebagai "periode paling vital dalam perkarikaturan abad ke-20".
[32] Hal-hal seperti
Perang Vietnam,
skandal Watergate,
kebudayaan pemuda,
feminisme, dan
hak-hak sipil menjadi sasaran karikaturis dan kartunis politik pada masa ini yang dipelopori oleh
David Levine,
Edward Sorel, dan
Robert Grossman dari Amerika Serikat serta
Ralph Steadman dan
Gerald Scarfe dari Inggris. Karya mereka tampil di majalah-majalah seperti
The New York Review of Books,
New York, dan
Esquire maupun media protes lainnya.
David Levine beberapa kali disebut sebagai karikaturis terhebat pada masanya.
[33][34][35] Karyanya tampil sebagai ilustrasi artikel pada majalah
The New York Review of Books
mulai tahun 1963 hingga 44 tahun kemudian, dan lebih dari 6.000
karikatur penulis, artis, dan politisi yang digambarnya dengan pena dan
tinta dimuat di berbagai terbitan prestisius seperti
Time,
Esquire, dan
The New Yorker.
[36] Untuk membuat karikatur pada
The New York Review of Books,
Levine menelaah terlebih dahulu buram artikel yang akan diberi
ilustrasi, bersama dengan foto tokoh yang oleh majalah tersebut diminta
dibuat karikaturnya.
The New York Times mendeskripsikan karikatur
Levine sebagai "berkepala besar, berekspresi murung, menyelisik secara
tajam, dan hampir tidak pernah memuji"
[34] Salah satu karyanya yang terkenal ialah karikatur Presiden Amerika Serikat
Lyndon Johnson yang sedang menunjukkan bekas luka operasi yang digambarkan Levine berbentuk seperti peta
Vietnam.
[35]
Pada tahun 1980-an, acara televisi Inggris
Spitting Image yang menampilkan karikatur dalam bentuk
boneka mengolok-olok politisi dan para pemimpin partai pada era
Margaret Thatcher.
[37] Program yang ditayangkan tahun 1984–1996 ini dimotori oleh
Roger Law dan
Peter Fluck yang pada tahun 1970-an sudah membuat karikatur untuk
The Sunday Times Magazine,
The New York Times, dan sejumlah majalah internasional.
Spitting Image
mulanya dikritik karena karikaturnya dianggap bersifat ofensif,
terutama karikaturnya atas keluarga kerajaan Inggris, namun kemudian
menjadi sukses besar. Sesudah itu, acara ini ditiru di berbagai negara,
dari
Amerika Serikat hingga
Iran.